PANDEGLANG, – Akademisi Kebijakan Publik dari Institusi Kemandirian Nusantara (IKNUS), Dr. Arif Nugroho, SE., M.AP., menilai polemik penertiban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Alun-alun Pandeglang bukan semata persoalan penegakan aturan, melainkan cerminan lemahnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.

Penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pandeglang sebelumnya sempat diwarnai ketegangan. Sejumlah pedagang yang berjualan di zona terlarang diperingatkan dan sebagian lapaknya diangkut petugas. Beberapa pedagang juga menuding adanya pungutan liar oleh oknum agar tetap bisa berjualan di lokasi tersebut.

Arif menilai akar persoalan justru terletak pada tidak adanya ruang dialog yang memadai antara pemerintah daerah dan para pedagang. Hal ini, menurut dia, perlu menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang.

“Persoalan antara PKL dan Satpol PP di Pandeglang bukan cuma soal siapa yang salah atau benar. Masalahnya ada pada komunikasi yang belum berjalan baik,” ujar Arif dihubungi, Sabtu (25/10/2025).

Menurutnya, niat pemerintah untuk menegakkan aturan dan keinginan pedagang mencari nafkah sama-sama memiliki dasar yang kuat. Namun, cara berkomunikasi di lapangan sering kali tidak tepat sehingga memicu gesekan.

“Kadang niatnya sama-sama baik, tapi cara menyampaikannya kurang tepat. Ini terjadi karena tidak ada ruang dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat,” katanya.

BACA JUGA :  TPS 3R Vila Pamulang Mas 2 Konsisten Tangani Sampah 100kg Perhari

Arif menegaskan, penegakan Peraturan Daerah (Perda) tetap penting untuk menjaga ketertiban umum. Namun, aparat di lapangan perlu mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan komunikatif.

“Aparat di lapangan bukan hanya penegak aturan, tapi juga wajah pemerintah di mata warga. Kalau pendekatannya terbuka dan bahasanya halus, suasana akan lebih tenang,” ujarnya.

Ia memahami tugas Satpol PP tidak mudah karena harus tegas sekaligus bijak. Karena itu, Arif mendorong Pemkab Pandeglang memperkuat strategi komunikasi publik agar tidak muncul kesalahpahaman atau tuduhan yang memperkeruh suasana.

“Kalau komunikasi dijalankan dengan terbuka, masyarakat akan lebih memahami maksud kebijakan, dan kepercayaan terhadap pemerintah bisa tumbuh,” ucapnya.

Lebih jauh, Arif menilai penyelesaian persoalan seperti ini tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum atau ketertiban, tetapi juga dengan pembangunan hubungan yang sehat antara pemerintah dan masyarakat.

“Pandeglang bisa menjadi contoh baik jika pemerintah dan warga mau saling mendengar dan memahami. Pemerintah dan masyarakat tak perlu berhadap-hadapan, tetapi berjalan bersama menciptakan kehidupan yang tertib dan damai,” pungkasnya.

Sebelumnya, Satpol PP Pandeglang menertibkan sejumlah PKL yang berjualan di zona terlarang kawasan Alun-alun Pandeglang. Penertiban tersebut sempat diwarnai adu mulut antara petugas dan pedagang serta muncul dugaan adanya praktik pungutan liar oleh oknum tertentu.

BACA JUGA :  Yoyon Sujana Manfaatkan Lahan Milik Jadi Destinasi Wisata dan Pertanian

PANDEGLANG, – Akademisi Kebijakan Publik dari Institusi Kemandirian Nusantara (IKNUS), Dr. Arif Nugroho, SE., M.AP., menilai polemik penertiban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Alun-alun Pandeglang bukan semata persoalan penegakan aturan, melainkan cerminan lemahnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.

Penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pandeglang sebelumnya sempat diwarnai ketegangan. Sejumlah pedagang yang berjualan di zona terlarang diperingatkan dan sebagian lapaknya diangkut petugas. Beberapa pedagang juga menuding adanya pungutan liar oleh oknum agar tetap bisa berjualan di lokasi tersebut.

Arif menilai akar persoalan justru terletak pada tidak adanya ruang dialog yang memadai antara pemerintah daerah dan para pedagang. Hal ini, menurut dia, perlu menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang.

“Persoalan antara PKL dan Satpol PP di Pandeglang bukan cuma soal siapa yang salah atau benar. Masalahnya ada pada komunikasi yang belum berjalan baik,” ujar Arif dihubungi, Sabtu (25/10/2025).

Menurutnya, niat pemerintah untuk menegakkan aturan dan keinginan pedagang mencari nafkah sama-sama memiliki dasar yang kuat. Namun, cara berkomunikasi di lapangan sering kali tidak tepat sehingga memicu gesekan.

“Kadang niatnya sama-sama baik, tapi cara menyampaikannya kurang tepat. Ini terjadi karena tidak ada ruang dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat,” katanya.

BACA JUGA :  Gubernur Andra Soni Minta HIPMI Jadi Motor Penggerak Ekonomi di Banten

Arif menegaskan, penegakan Peraturan Daerah (Perda) tetap penting untuk menjaga ketertiban umum. Namun, aparat di lapangan perlu mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan komunikatif.

“Aparat di lapangan bukan hanya penegak aturan, tapi juga wajah pemerintah di mata warga. Kalau pendekatannya terbuka dan bahasanya halus, suasana akan lebih tenang,” ujarnya.

Ia memahami tugas Satpol PP tidak mudah karena harus tegas sekaligus bijak. Karena itu, Arif mendorong Pemkab Pandeglang memperkuat strategi komunikasi publik agar tidak muncul kesalahpahaman atau tuduhan yang memperkeruh suasana.

“Kalau komunikasi dijalankan dengan terbuka, masyarakat akan lebih memahami maksud kebijakan, dan kepercayaan terhadap pemerintah bisa tumbuh,” ucapnya.

Lebih jauh, Arif menilai penyelesaian persoalan seperti ini tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum atau ketertiban, tetapi juga dengan pembangunan hubungan yang sehat antara pemerintah dan masyarakat.

“Pandeglang bisa menjadi contoh baik jika pemerintah dan warga mau saling mendengar dan memahami. Pemerintah dan masyarakat tak perlu berhadap-hadapan, tetapi berjalan bersama menciptakan kehidupan yang tertib dan damai,” pungkasnya.

IMG-20251025-WA0137-300x165 Lemahnya Komunikasi Dinilai Jadi Akar Polemik Penertiban PKL di Pandeglang
Satpol-PP Pandeglang saat melakukan penertiban para PKL di Alun-alun.

Sebelumnya, Satpol PP Pandeglang menertibkan sejumlah PKL yang berjualan di zona terlarang kawasan Alun-alun Pandeglang. Penertiban tersebut sempat diwarnai adu mulut antara petugas dan pedagang serta muncul dugaan adanya praktik pungutan liar oleh oknum tertentu. (Den)